Jam sudah menunjukkan pukul 7:15 menit waktu kupinggirkan motorku di daerah perbatasan Pangkep dan Barru untuk istirahat dalam perjalanan dari Makassar menuju Pare-pare. Udara pagi itu terasa lebih dingin dari biasanya sampai harus memakai jaket 2 lapis. aku tdk sendiri di sana, ada orang lain dengan seragam Tentara yg juga beristirahat, ia tiba beberapa saat setelahku, ia menghampiriku terlihat mencoba akrab dan mencari teman mengobrol.
“ Mau kemana Pak...?” tanyaku terlebih dahulu membuka percakapan.
“ Palopo.,” sambil mewarkan Rokok setelahnya, tapi kutolak dengan Sopan karena memang tdk merokok.
Pembicaraan basa-basi berlanjut, Cuaca yg dingin, kondisi jalan yg rusak, sampai ngobrol soal pekerjaan bahwa ia tugas di Maros tapi karena ada Cuti jd ada kesempatan pulang kampung ke Palopo meski orangtuanya sendiri mukim di Kendari. Sampai akhirnya ia balik bertanya ..
“ kerja dimana di Pare.?” tanyanya melanjutkan percakapan
“ di Pembangunan Bank BPD sulsel pare-pare Pak.,”
“ PENGAWAS..?” tebaknya sambil tersenyum.,
“ iya.,” kujawab singkat
“ WAH.., enak itu, tinggal bagaimana pintar-pintarnya saja.,”
Perlukah aku jelaskan kalau maksud dari perkataanya adalah Menerima suap dengan kompensasi Kongkalikong bermain Curang dengan Kontraktor nakal sambil melacurkan harga diri dan Profesi.
Sebuah dialog percakapan yg harusnya berjalan ringan dan santai ketika bertemu teman seperjalanan, tapi kalimat terakhir itu jika dimaknai sama sekali tidaklah ringan dan santai, sebuah kalimat penuh konsekuensi dunia akhirat.
Kita tidak akan sepenuhnya bebas dan merdeka kalau masih tertekan dan terintimidasi oleh Rupiah.
“Nauzubillahi min ZaLik”, aku hanya bisa berusah dan berdoa agar terhindar dari hal yg demikian.
by Usman 17/01/2010
Lihat juga:
- Kisah Peminjam
- Fenomena meLecehkan isLam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar